Horor Sydney



Oleh Dion DB Putra

Sydney yang romantis nan damai sontak berubah menjadi kota horor.  Horor ditebarkan penyerang bersenjata pisau yang menikam orang-orang tak bersalah di ruang publik. 

Hanya dalam tempo 48 jam terjadi serangan di dua tempat berbeda yaitu pusat perbelanjaan dan gereja. Kota terbesar di Australia yang terkenal nyaman dan aman kini menebarkan kengerian.

Gedung Opera, ikon Kota Sydney menyalakan lampu khusus tanda duka cita sekaligus menghormati para korban tewas dan terluka.

Semua gedung pemerintahan di negara bagian New South Wales  mengibarkan bendera setengah tiang, dan negara bagian serta teritori di seluruh Australia merayakan hari berkabung nasional. Australia sungguh terguncang.

Horor merebak di akhir pekan. Pada jam sibuk Sabtu petang 13 April 2024, Joel Cauchi berjalan santai menuju mal Westfield Bondi Junction di jantung Kota Sydney. 

Tak seorang pun mencurigai pria berusia 40 tahun itu akan melakukan serangan mematikan.

Joel masuk mal laksana pengunjung lainnya. Sabtu petang itu Mal Westfield Bondi Junction sedang sibuk. Maklum akhir pekan sehingga banyak orang belanja aneka kebutuhan atau pelesir bersama keluarga, kerabat dan kolega.

 Tiba-tiba Joel Cauchi mengeluarkan pisau lalu menyerang orang-orang di tengah keramaian mal. Enam orang meninggal dunia dan beberapa lainnya terluka dalam serangan yang berlangsung sekitar 25 menit.

Korban tewas lima orang perempuan dan seorang laki-laki yang adalah penjaga keamanan mal. 

Sang penyerang kejam, pria Queensland bernama Joel Cauchi langsung ditembak mati oleh polisi wanita di lokasi kejadian. 

Mengincar perempuan

Mengutip berita Kompas.com, keenam korban meninggal sudah teridentifikasi. Mereka adalah seorang ibu bernama Ashlee Good (38), Faraz Tahir berusia 30 tahun, Dawn Singleton usia 25 tahun, Jade Young yang berumur 47 tahun, Pikria Darchia berusia 55 tahun, dan Yixuan Cheng. 

Ashlee Good jadi korban penikaman bersama bayinya yang berusia sembilan bulan, adalah korban pertama yang disebutkan namanya. Bayinya kini dalam kondisi kritis namun stabil setelah menjalani operasi di rumah sakit. 

Faraz Tahir, warga negara Pakistan yang bekerja sebagai penjaga keamanan di Westfield Bondi Junction, merupakan satu-satunya korban laki-laki. Faraz baru saja pindah dari Brisbane.

Yixuan Cheng adalah warga negara China yang sedang kuliah di Sydney. Pikria Darchia adalah seniman dan desainer yang belajar administrasi bisnis di Sydney TAFE dan meraih gelar dalam bidang seni pertunjukan di Tbilisi State Academy of Art di Georgia.

Dawn memiliki hubungan lama dengan Killcare Surf Life saving Club di NSW Central Coast dan bekerja untuk White Fox Boutique. 

Jade Young juga tergabung dalam tim penyelamat di Bronte Surf Life saving Club di pinggiran timur Sydney. 

Andrew Cauchi, meminta maaf atas tindakan putranya Joel Cauchi yang dia sebut sedang frustrasi.  

"Ia adalah jiwa yang tersesat dan frustrasi, dan saya menyesal dia telah melakukan ini terhadap anak-anak Anda dan bangsa ini,” kata Cauchi sambil menangis. 

Ibu pelaku mengatakan putranya telah dirawat dokter selama 18 tahun karena kondisi kesehatan mentalnya. 

"Tidak ada yang bisa saya katakan, tidak ada yang bisa saya katakan yang dapat menghilangkan rasa sakit yang disebabkan oleh anak saya," tutur Andrew Cauch. 

Polisi setempat belum menyimpulkan motif serangan Joel Cauchi apakah terkait terorisme atau bukan.

Komisaris Polisi New South Wales, Karen Webb mengatakan, sedang menyelidiki masa lalu pria berusia 40 tahun tersebut. Hal yang sudah jelas Joel mengincar perempuan. "Dari video-videonya jelas, bukan?" katanya kepada ABC. 

"Bagi saya sudah jelas, menarik bagi para detektif juga untuk mencari tahu bagaimana pelaku fokus pada perempuan dan menghindari laki-laki," tambah Karen Webb.

Menurut Karen, para detektif sedang berbicara dengan orang-orang yang mengenal Joel untuk mendapatkan gambaran lebih dalam. Kepolisian New South Wales dan Queensland sempat waswas dengan pelaku karena masalah yang berhubungan dengan kesehatan mental. 

Serangan di gereja

Belum usai perhatian warga Sydney terhadap tindakan Joel, muncul serangan kedua pada Senin malam 15 April 2024. Penikaman kali ini terjadi di Gereja Christ The Good Shepherd di Wakeley pada pukul 19.15 waktu setempat. 

Pelaku yang juga menggunakan pisau melukai empat orang  termasuk Uskup Mar Mari Emannuel yang sedang memimpin ibadah di altar gereja. Pelaku sontak mendekati altar, mengangkat tangan kanan lalu menikam Uskup Emanuel.

Sebagaimana dilansir Independent, tiga orang jemaat juga terluka dalam serangan tersebut. Kepolisian New South Wales mengatakan, petugas telah menangkap seorang pria setelah mendapat laporan adanya penikaman terhadap sejumlah orang di gereja tersebut. 

"Orang-orang yang terluka tidak mengalami cedera yang mengancam jiwa dan sedang dirawat paramedis Ambulans New South Wales. Masyarakat diimbau untuk menghindari daerah tersebut," kata juru bicara polisi.

Horor Sydney benar-benar mengguncang publik Australia, negara benua yang selama ini terkenal apik sistem keamanannya.

Serangan dengan pisau di pusat perbelanjaan maupun gereja jarang terjadi di negara tetangga Indonesia tersebut.

Setelah dua insiden mengerikan ini, otoritas negeri Kanguru mengevaluasi sistem keamaman mereka dan menetapkan standar yang lebih ketat dan terukur guna mencegah kejadian serupa terulang.

Bagaimana kita? Sikap waspada dan antisipasi adalah keniscayaan. (*)

Sumber: Pos Kupang

Eviva Espana

 

Xabi Alonso

Catatan Sepak Bola Oleh Dion DB Putra

 Pekik girang meledak membahana di Stadion BayArena Leverkusen, Minggu  malam 14 April 2024. Girang dengan sedikit gila.

Ketika tercipta gol keempat ke gawang Werder Bremen pada menit ke-83,  sejumlah penonton nekat masuk ke lapangan.

Pertandingan sempat terhenti beberapa menit untuk mengamankan kegilaan tersebut. Setelah penonton kembali ke tribune, laga berlanjut. 

Permainan Bayer Leverkusen kian menggila. Tatkala  gol kelima tercipta menit ke-90, keceriaan pendukung Leverkusen benar-benar tak bisa lagi dibendung. 

Manusia menyemut serbu masuk lapangan. Situasi tak terkendali memaksa wasit langsung meniup peluit akhir.

Leverkusen menang telak 5-0. Lapangan hijau BayArena berubah menjadi lautan manusia yang bersukaria merayakan prestasi bersejarah klub kesayangan mereka. 

Bayer Leverkusen juara Bundesliga,  pertama dalam 120 tahun sejarah klub cilik di bumi Jerman itu.

Sukacita mewarnai langit dan lorong-lorong Kota Leverkusen. Penyiar radio memutar lagu Eviva Espana. Lagu khusus untuk menghormati Xabi Alonso, pelatih Bayer Leverkusen berkebangsaan Spanyol. 

Xabi Alonso memang  pahlawan bagi Bayer Leverkusen. Dia mengubah impian hampir 200 ribu warga kota di Jerman bagian barat menjadi kenyataan. 

Seabad lebih Leverkusen menanti untuk mencapai puncak tertinggi kompetisi sepak bola Jerman.

Pencapaian historis itu berkat tangan dingin Xabi Alonso meracik tim tanpa banyak bintang menjadi satu kekuatan super keren.

Kemenangan 5-0 atas Bremen membuat Leverkusen mengoleksi 79 poin  dalam 29 pertandingan Bundesliga musim 2023-2024.  

Poin tim asuhan Xabi Alonso  tak dapat lagi dikejar sang juara bertahan, Bayern Muenchen, dan VfB Stuttgart yang beriringan di tangga kedua serta ketiga dengan koleksi poin sama, 63. 

Dengan Bundesliga musim ini menyisakan lima laga, maka 79 poin milik Leverkusen tak mungkin lagi disalip Bayern Munchen atau Stuttgart.

Kisah sukses Bayer Leverkusen menjuarai Bundesliga musim ini dipermanis catatan tanpa terkalahkan. 

Mereka melewati 29 pekan kompetisi level teratas Liga Jerman musim ini nyaris sempurna. Die Werkself - julukan Leverkusen, menang 25 kali dan  empat laga meraih hasil seri.

Rekor pasukan Alonso pun kian mengagumkan jika menyertakan kiprah mereka di ajang lain termasuk Piala Jerman dan Liga Europa. Leverkusen tak terkalahkan dalam 43 pertandingan secara beruntun. 

Leverkusen sudah menyamai Juventus (Italia) asuhan pelatih Antonio Conte yang melalui 43 partai tanpa kalah pada musim kompetisi  2011-2012. 

Rekor mereka bahkan masih bisa lebih baik lagi mengingat kompetisi Bundesliga belum berakhir. Demikian juga Liga Europa dan Piala Jerman.

Leverkusen kini mensejajarkan dirinya dengan klub lain di Eropa yang tak terkalahkan dalam 40 pertandingan secara beruntun.

Selain Juventus, klub yang mencatat rekor apik adalah Real Madrid  (Spanyol) yang tak terkalahkan dalam 40 laga pada musim 2016-2017.

Musim 2016-2017 merupakan tahun tersukses bagi Madrid, klub yang pernah dibela Xabi Alonso. 

Los Blancos meraih lima trofi dalam satu musim yaitu gelar La Liga, Liga Champions, Piala Super Eropa, Piala Super Spanyol, dan Piala Dunia Antarklub. 

Bagi Bayer Leverkusen, juara Bundesliga musim ini sekaligus mengakhiri dominasi klub raksasa Jerman yang bermarkas di Kota Munich, Bayern Muenchen yang merajai Bundesliga 11 musim terakhir.

Tim terakhir yang menjadi juara Liga Jerman sebelum ini adalah Borussia Dortmund asuhan Pelatih Juergen Klopp pada tahun 2012. 

Jadi, betapa monotonnya Bundesliga  meskipun saya telanjur jadi penggemar  berat Bayern Muenchen.

Di Bundesliga, Bayern Muenchen memang sangat berkuasa. Mereka hanya sedikit bisa disaingi Borussia Dortmund atau sesekali dapat gangguan dari VfB Stuttgart, FC Koln, 1860 Munich, FC Nurnberg, Borussia Monchengladbach atau VfL Wolfsburg.

Trofi yang diraih Granit Xhaka dan kawan-kawan pada musim ini merupakan yang pertama bagi Bayer Leverkusen dalam 31 tahun terakhir. 

Media Jerman menulis dengan perasaan yang meluap-luap. Betapa jamahan tangan Xabi Alonso telah mengakhiri nasib sial Leverkuesen.

Klub yang berdiri tahun 1904 ini mendapat julukan Neverkusen karena berulangkali gagal meraih trofi kampiun justru pada detik-detik terakhir. 

Sebut misalnya ketika Leverkusen yang dimotori Lucio dan gelandang elegan Michael Ballack mengejar treble Bundesliga, DFB Pokal, dan Liga Champions pada musim kompetisi 2001-2002. 

Mereka gagal membawa pulang satu trofi pun setelah finis satu poin di belakang Borussia Dortmund di Bundesliga, kalah 2-4 dari Schalke di final DFB Pokal (Piala Jerman), dan keok 1-2 melawan Real Madrid di final Liga Champions Eropa. 

Nasib malang itu sudah pupus di tangan anak Spanyol bernama Alonso.

Keberhasilan Xabi Alonso (42) yang  3 kali mencicipi gelar Bundesliga bersama Bayern Muenchen tersebut membuat namanya terus dihubung-hubungkan dengan kursi kepelatihan Liverpool dan Bayern Muenchen. 

Namun, Xabi Alonso tak tergoda. Dia akan menghabiskan masa setahun lagi bersama Leverkusen. "Momen hebat bersama tim top dan klub luar biasa," ujar Xabi Alonso seusai laga melawan Bremen, Minggu malam 14 April 2024. 

"Sangat spesial untuk menjadi juara. Tim telah berhasil menjadi juara untuk kali pertama sepanjang sejarah Leverkusen. Anda harus mennikmati ini," kata pria Spanyol kelahiran 25 November 1981 ini. 

"Anda harus rayakan bersama fans dan keluarga. Suatu kehormatan untuk bekerja bersama klub ini," demikian pemilik nama lengkap  Xabier  Alonso Olano tersebut. 

Lalu, siapakah Xabi Alonso yang luar biasa mengagumkan itu? Apa saja keunggulannya dibandingkan pelatih klub lain di Jerman dan Eropa?

Saya janji bikin catatan kecil pada kesempatan mendatang. Maklum sekarang mau siap tenaga biar bisa fokus  malam ini mendukung perjuangan Marselino Ferdinand dkk melawan Qatar di Piala Asia U23.

Semoga virus kejayaan Bayer Leverkusen menjalar ke skuat Garuda Muda. Salam bola! (*)

Sumber: Pos Kupang 

Naturalisasi

 



Oleh Dion DB Putra

Warta BolaSport.com pada Selasa 9 April 2024 menarik perhatian beta.

BolaSport.com melaporkan bahwa langkah Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong, mendapatkan kritikan pedas dari rekannya sesama pelatih  asal Korea Selatan, Jong Song-chon.

Jong Song-chon yang pernah melatih timnas U20 putri Korea Selatan menyentil Shin Tae-yong yang banyak mengandalkan pemain keturunan di Timnas Indonesia.

Memang skuat Merah Putih 2024 dipenuhi pemain diaspora Indonesia atau pemain keturunan Indonesia.

Mereka adalah Sandy Walsh, Jordi Amat, Shayne Pattynama, Elkan Baggott, Ivar Jenner, Rafael Struick, Justin Hubner, Jay Idzes, Nathan Tjoe-A-On, Ragnar Oratmangoen, dan Thom Haye.

PSSI bahkan sedang mendekati tiga pemain keturunan untuk bergabung yaitu Marteen Paes dan dua nama lain yang belum diketahui profilnya.

Artinya saat ini ada 14 pemain keturunan di Timnas Indonesia, jumlah yang tidak sedikit. Tidak heran banyak pula reaksi kontra dan nyinyir dari masyarakat pecinta sepak bola di Tanah Air. Suatu yang lumrah.

Jujur, beta tak sepenuhnya setuju naturalisasi di ladang sepak bola karena itu merupakan jalan pintas untuk kebutuhan jangka pendek. 

Akan tetapi terobosan Ketua Umum PSSI Erick Thohir dan Pelatih Shin Tae-yong patut diacungi jempol.

 Sejak Shin Tae-yong menginjakkan kakinya di Indonesia, harkat dan martabat tim nasional sepak bola kita menanjak. 

Sepak bola Indonesia yang selama puluhan tahun terpuruk, kini boleh sedikit tersenyum dan bangga. Ukuran simpel adalah kenaikan drastis ranking FIFA.

Shin tiba di Jakarta bulan Desember 2019, Indonesia berada di peringkat 173 dunia. Bulan April 2024  skuat Merah Putih di ranking 134 dunia. Suatu lompatan jauh bahkan melampaui musuh bebuyutan, Timnas Malaysia.

Shin Tae-yong juga sukses mengantar tim nasional pada tiga kelompok umur berbeda lolos ke putaran final Piala Asia yaitu senior, U20 dan U23. Belum pernah terjadi sebelumnya.

Khusus untuk timnas senior, Indonesia mencatat prestasi manis yakni lolos ke babak 16 besar di ajang Piala Asia 2023. Capaian ini merupakan pertama kali dalam sejarah sepak bola kita.

Timnas Indonesia senior pun mencatat hasil apik di babak kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.

Indonesia yang bergabung di Grup F bersama Irak, Filipina dan Vietnam sudah mengoleksi 7 poin dari empat pertandingan. Indonesia hanya butuh satu kemenangan lagi untuk lolos ke putaran berikutnya.

Hari-hari ini Shin Tae-yong sedang berada di Qatar. Dia mendampingi Timnas U23 Indonesia yang berlaga di Piala Asia U23 mulai 15 April 2024.

Indonesia berada di Grup A bersama tuan rumah Qatar, Australia dan Yordania. Lawan Indonesia jelas sangat berat. 

Tapi hal itu tidak mesti menciutkan nyali juang Marselino Ferdinan dkk. Apalagi hampir separuh skuat timnas U23 merupakan tim inti timnas senior yang berlaga di Piala Asia bulan Januari lalu.

Singkat cerita tujuan jangka pendek lewat naturaliasi pemain timnas sudah tercapai. Hasilnya telah kita lihat bersama.

Toh orang pada akhirnya tak akan mempersoalkan  berapa banyak pemain naturalisasi yang pernah dipakai Shin Tae-yong. Sebab  bahkan di negara yang sepakbolanya sudah maju pun tetap memakai pemain naturalisasi.

Warisan terbesar Shin Tae-yong bagi sepak bola Indonesia adalah keberanian dia memotong satu generasi. Dia tidak memakai jasa para pemain senior yang kinerjanya tidak sesuai harapan.

Dalam lima tahun masa kontraknya dengan PSSI (2019-2024), pecinta sepak bola Indonesia melihat bagaimana pelatih asal negeri ginseng itu mengandalkan para pemain muda. 

Dia menanamkan disiplin tinggi dan pembentukan karakter yang baik. Disiplin ala Shin Tae-yong  mulai dari urusan makan minum sampai di tempat latihan dan saat bertanding. 

Keutamaan Shin Tae-yong adalah sikap independennya dalam memilih pemain Timnas Indonesia. 

Shin tidak sudi diintervensi siapapun. Tak ada tempat buat titip nama pemain timnas yang sudah menjadi rahasia umum sebelum era kepelatihannya. 

Sikap tanpa kompromi Shin Tae-yong terhadap budaya KKN merupakan sesuatu yang sangat berarti bagi prestasi sepak bola nasional.

Jika kelak PSSI dan Shin Tae-yong tidak sepakat memperpanjang kontrak, bukan masalah serius bagi Shin. 

Rekam jejaknya yang apik selama ini memberi jalan mudah bagi Shin Tae-yong mendapatkan pekerjaan baru sebagai pelatih. Entah klub atau tim nasional suatu negara di Asia, Afrika atau Eropa.

Justru Indonesia harus berpikir dan bekerja keras untuk mencari sang pengganti agar warisan Shin Tae-yong  yang baik tidak pudar begitu lekas dan kita kembali ke zaman skuat Merah Putih jadi lumbung gol lawan. 

Salam bola!

 Sumber: Pos Kupang

Pesona Kefamenanu

Durasi kehidupan malam terasa lebih lama. Rumah makan tersebar di beberapa tempat. Pilihan menu pun bervariasi. Satu hal yang membuat girang, ada menu kuah ikan asam dan ikan bakar. Makanan kesayangan saya.

Di warung pinggir jalan kita berhak pilih sendiri jenis ikan, umumnya  masih segar dalam kotak khusus berisi es batu. Baru sekali mati, kata empunya rumah makan melukiskan kondisi ikan.

Sungguh malam itu beta melihat wajah Kefamenanu yang sudah jauh berubah. Ya, setelah lima tahun beta kembali ke ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara tersebut di penghujung Februari 2024.

Saya ke sana bersama dua rekan dari Harian Pos Kupang, Paul Kopong Burin dan Kristanto Bisilisin. Kami ke sana untuk silaturahmi dengan mitra kerja di Kefa.

Terakhir saya ke Kefa 27 Januari 2019, juga bersama kolega dari Pos Kupang dalam perjalanan silaturahmi termasuk ke Belu dan Malaka.

Sesudah itu saya ke Pulau Dewata menunaikan tugas dari pemimpin Tribun Network di Harian Tribun Bali sampai Oktober 2021. 

Selanjutnya saya bergeser ke Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Di nusa molek berkat keanggunan Gunung Rinjani itu, beta bantu merintis lahirnya portal berita ke-60 Tribun Network bernama TribunLombok.com.

Kembali ke Kefa - sapaan populer Kefamenanu - merupakan kerinduan lamaku yang akhirnya terwujud pada 26 dan 27 Februari 2024.

Kota ini lama nian bukanlah favorit di Timor Barat. Orang lebih kuat  mengingat Kota Kupang dan Atambua sebagai jantung dan barometer kemajuan Indonesia di Timor.

Dulu Kefa hanya tempat transit. Banyak orang cuma mampir sejenak manakala letih menghampiri dalam perjalanan Atambua-Kupang atau sebaliknya. 

Kala malam menjelang, Kefa lekas amat menuju peraduan. Tak banyak aktivitas yang memaksa pemilik toko dan atau rumah makan bertahan sedikit lebih lama.

Hari ini Kefa telah berubah. Tuan dan puan tak perlu cemas bila baru keluar dari rumah atau penginapan untuk makan malam di atas pukul 21.00 Wita. Niscaya anda tidak kelaparan.

Mengapa Kota Kefamenanu berubah? Faktor pemicu kemajuan Kota Kefa tentunya tidak tunggal. Tapi menurut beta,  ada satu fakta paling menonjol yaitu kehidupan kampusnya yang luar biasa pesat.

Saat ini tercatat lima perguruan tinggi di Kota Kefamenanu (sumber https://datapendidikan.com/perguruan-tinggi/kab/timor-tengah-utara).

Kelima kampus tersebut yaitu  Universitas Timor (Unimor) yang beralamat di Jalan El Tari, Km 9 Kelurahan Sasi,  Kecamatan Kota Kefamenanu. 

Kedua, Akademi Kebidanan Santa Elisabeth Kefamenanu di Jl. El Tari Km 9 Kecamatan Bikomi Selatan.

Ketiga, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Cendana Wangi di Jl. Timor Raya Km  6, Kelurahan Tubuhue, Kecamatan  Kota Kefamenanu.

Keempat, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surya Kasih di Kecamatan Kota Kefamenanu. 

Kelima, Sekolah Tinggi Pastoral St. Petrus Keuskupan Atambua yang beralamat di Jalan  El Tari,  Km 9 Desa Naiola, Kecamatan Bikomi Selatan.

Dari kelima perguruan tinggi tersebut, Unimor merupakan satu-satunya universitas negeri di Kefa. Sedangkan empat lainnya adalah perguruan tinggi swasta.

Unimor terbesar dan tersohor. Kehadiran universitas yang berdiri pada 16 Juli 2000 ini mengubah kawasan Sasi yang dulu sepi menjadi riuh ramai oleh aktivitas para mahasiswa. 

Status awal Unimor adalah perguruan tinggi swasta. Tahun 2014 berubah menjadi universitas negeri. 

Sejak saat itu  minat mahasiswa dari berbagai daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT) untuk kuliah di Unimor terus meningkat dari tahun ke tahun.

Saat ini Unimor memiliki 15 program studi yang terbagi ke dalam lima fakultas yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ekonomi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Sains dan Teknologi.

 Ketika saya  temui di ruang kerjanya, Selasa 27 Februari 2024,  Wakil Rektor Unimor Bidang Akademik dan Kerja sama, Dr. Yoseph Nahak Seran, S.Pd., M.Si mengatakan, Unimor siap menerima 2.700 orang calon mahasiswa baru melalui Seleksi Nasional Penerimaan Mahasiswa Baru (SNPMB) tahun 2024.

 Demi  mendukung jangkauan penyebaran informasi ke sekolah dan siswa tentang SNPMB  tahun 2024, kata Yoseph Seran, panitia sudah membekali  tim sosialisasi dan promosi pada 24 Januari 2024. Kegiatan ini dibuka  Rektor Unimor Dr. Ir. Stefanus Sio, MP.

“Untuk tahun 2024, kita usulkan 2.700 orang calon mahasiwa baru. Untuk mencapai ini kita harus melakukan berbagai kegiatan. Salah satunya turun melakukan sosialisasi," kata rektor dikutip dari situs web Unimor.

Total jumlah mahasiswa Unimor sekarang  kurang lebih 12 ribu orang. Bukan angka yang kecil. Ditambah para mahasiswa dari empat perguruan tinggi lainnya, maka mahasiswa di Kota Kefamenanu lumayan banyak. 

Bisa dilukiskan Kefamenanu merupakan  kota pelajar dan mahasiswa nomor dua terbesar di Timor setelah Kota Kupang.

Keberadaan mereka memberi warna baru kehidupan warga Kota Kefa. Bisnis pemondokan, kuliner dan sebagainya tumbuh subur. Perputaran uang hari-hari  ini terjadi dalam skala lebih gemuk dan menggiurkan dibandingkan belasan tahun silam.

Kiranya itulah yang mengubah wajah Kefa lebih bergairah, anggun dan mempesona.

Pesona Kefa pun memikat hati para mahasiswa mancanegara. Menurut Yoseph Seran, Unimor memiliki mahasiswa asing sejak tahun akademik 2023-2024. "Ada sembilan orang, semuanya dari Timor Leste," kata dia.

Untuk tahun 2024 sebanyak 200 calon mahasiswa asal Timor Leste sudah menyatakan minatnya bergabung. Yos  Seran memperkirakan sekira 40 persen dari jumlah tersebut akan mewujudkan niat menjadi mahasiswa Unimor Kefamenanu. 

"Kami yakin mahasiswa asing bertambah jumlahnya tahun ini. Keberadaan mereka meningkatkan grade Unimor," ujarnya.

Bagaimana kemampuan berbahasa Indonesia? "Sebelum kuliah di Unimor mereka kursus Bahasa Indonesia di KBRI Dili," kata Yos Seran.

Begitulah tuan dan puan sekeping cerita dari Kefamenanu, kota pelajar yang bergairah di tapal batas negeri Indonesia-Timor Leste. (*)

Sumber: Pos Kupang



Pemilu yang Pilu


Oleh Dion DB Putra

PEMILU 2024 adalah pemilu yang pilu bagi seluruh rumpun keluarga Marselina Hoar. Marselina adalah Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di  TPS 07 Desa Bakiruk, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Marselina Hoar meninggal dunia setelah menjalankan tugas bersama rekan-rekannya KPPS TPS O7 Desa Bakiruk.

"Kami keluarga besar KPU Kabupaten Malaka turut berduka cita yang mendalam atas meninggalnya Ketua KPPS TPS 07 Desa Bakiruk," kata Ketua KPU Kabupaten Malaka, Yuventus Adrianus Bere, Jumat 16 Februari 2024.

Yuventus menyebut almarhumah Marselina Hoar sebagai pejuang demokrasi karena meninggal saat mengawal pemilihan presiden dan wakil presiden sampai pemilihan anggota legislatif.

Marselina bukan satu-satunya korban Pemilu yang pilu. Sampai artikel ini beta racik pada Sabtu siang 17 Februari 2024,  Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat 35 orang meninggal dunia setelah menjalankan tugas dalam proses penghitungan suara Pemilu 2024.

Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menungkapkan, dari 35 orang yang meninggal dunia, 23 di antaranya anggota adalah KPPS termasuk Marselina. 

Hasyim mengatakan, selain anggota KPPS, tiga orang panitia pemungutan suara (PPS) dan sembilan petugas perlindungan masyarakat (linmas) juga wafat setelah bertugas di Pemilu 2024. 

Selain meninggal dunia, KPU mencatat 3.909 petugas yang sakit seusai mengawal penghitungan suara. Mereka yang sakit terdiri dari 119 panitia pemilihan kecamatan (PPK), 596 PPS, 2.878 KPPS dan 316 anggota linmas. 

Tuan puan dan beta tentu berharap senada. Jangan tambah lagi korban jiwa gara-gara Pemilu 2024. Cukup sudah 35 orang yang meninggal dunia di seantero Nusantara. Angka itu pun sudah merupakan tragedi, betapa pesta demokrasi di ini negeri selalu meninggalkan luka dan air mata. 

Sistem pemilu kita masih lumayan rumit. Untuk Pilpres dan Pileg serentak, petugas di TPS bekerja lebih dari 16 jam bahkan hampir 24 jam nonstop. Mana mampu fisik manusia bertahan selama itu?

Kita memang telah sedikit belajar dari prahara Pemilu 2019  yang menelan korban jiwa mengerikan yaitu sebanyak 894 orang, dan 5.175 petugas jatuh sakit. 

Petugas penyelenggara di TPS Pemilu 2024 umumnya anak muda. Namun, pekerjaan administratif yakni merekap data suara secara manual pada sejumlah formulir butuh konsentrasi tinggi dan tenaga ekstra. 

Bekerja semalam suntuk

Bukan sekali dua beta menyaksikan pekerjaan KPPS yang melelahkan. Selama  era reformasi, setidaknya empat kali Tempat Pemungutan Suara (TPS) berada persis di depan rumah beta.

Rumah cilik di Perumahan Lopo Indah Permai atau warga Kota Kupang lebih doyan menyebutnya perumahan BTN Kolhua, Kecamatan Maulafa.

Rumahku terletak di tengah Blok W, berdampingan dengan kediaman ketua RT Nikolaus N Kuba.

Mungkin lantaran letaknya semacam itu sehingga sejak Pemilu 2014, TPS didirikan di depan rumah kami berdua.

Pada Pilpres dan Pileg 2024 ini TPS 13 Kelurahan Kolhua, Kecamatan Maulafa Kota Kupang berdiri di depan rumah beta dan Nikolaus Kuba.

KPPS dipimpin Agustina Sepang yang rumahnya cuma selemparan batu dari beta. Anggota KPPS anak-anak muda di perumahan Lopo Indah. Separuhnya  baru tamat kuliah. Energik. Antusias dan semangat tinggi.

Meski demikian kelelahan mulai tampak di wajah mereka pada Rabu larut malam 14 Februari 2024. 

Bayangkan saja. Mereka sudah siaga di TPS 13 sejak pukul 06.00. Pukul 07.00 WITA mengucapkan sumpah dan janji dipimpin Agustina. Setelah itu mulai melayani para pemilih yang berdatangan ke TPS.

Pukul 08.13 WITA hujan deras melanda Kolhua selama hampir satu jam. Di Hari Kasih Sayang itu hujan bermurah hati untuk bumi Timor, dia datang silih berganti sampai malam. 

Petugas benar-benar bekerja dalam tekanan cuaca yang kurang bersahabat. 

Semula beta menduga pekerjaan mereka akan berakhir sekira pukul 01.00 atau 02.00 dini hari Kamis, 15 Februari 2024.

Dugaanku keliru besar. Agustina dan kawan-kawan baru rampung bekerja pada sekira pukul 10.20 WITA, Kamis 15 Februari 2024.

Tuan dan puan bisa hitung sendiri berapa jam yang mereka lalui tanpa henti (kecuali istirahat makan dan atau ibadah) untuk merampungkan semua data pemilih. Pemilu Indonesia sungguh menguras energi.

Syukur kepada Tuhan semua petugas di TPS 13 Kolhua Kupang tetap sehat walafiat. Tak ada hal serius yang menimpa mereka.

Beda dengan rekan-rekannya di TPS lain yang sampai jatuh sakit bahkan meninggal dunia. Demokrasi tak luput dari tangis dan air mata.

Begitulah sekelumit kisah Pemilu 2024 yang pilu. Bagi yang unggul dan nanti diumumkan sebagai pemenang tak perlu jemawa. Bersukaria silakan. Overdosis jangan. 

Pihak yang kalah atau sukses tertunda, mari berlapang dada. Bak pertandingan sepak bola selalu ada yang menang dan kalah.  

Sejujurnya sistem pemilu kita masih jauh dari ideal. Tak elok pura-pura menutup telinga untuk mendengar riuhnya suara curang di mana-mana. Belum lagi soal pelanggaran etika yang sebagian orang anggap biasa-biasa saja. 

Seorang netizen bertanya lirih, adakah hal baik yang dihasilkan dari pelanggaran demi pelanggaran? Wallalualam. (*)

Sumber: Pos Kupang



Mengenang Basuki Subianto

 

Basuki Subianto

Reformasi di ini negeri pada 1998 membawa konsekuensi luas termasuk di bidang pers dan media massa.

Media yang agak sesak napas kebebasan pada masa otoriter Orba, sontak menikmati kemerdekaan.

Institusi pers pun tumbuh subur bak jamur di musim hujan. Persaingan lebih keras dibandingkan masa sebelumnya.

Kami di Harian Pos Kupang pada masa itu merasakan efeknya. 

Pos Kupang yang sejak 1 Desember 1992 merupakan satu-satunya koran harian di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), mendapat pesaing kuat dengan konsep dan semangat baru pula.

Pos Kupang wajib berbenah agar tetap bertahan hidup. 

Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Pos Kupang, Om Damyan Godho menghubungi koleganya sesama wartawan Harian Kompas, Basuki Subianto.

Pada tahun 1998 Basuki Subianto mengemban tanggung jawab sebagai Pemimpin Redaksi Banjarmasin Post di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. 

Beliau berduet dengan guru dan senior saya, Kakak Yusran Pare yang juga pernah mengasuh kami di Pos Kupang sebelum reformasi.

Om Damyan Godho meminta bantuan sobatnya  Om Bas (Basuki Subianto) datang ke Kupang memotivasi  dan terutama berbagi ilmunya kepada kami awak redaksi. 

Om Bas dengan senang hati membimbing kami selama kira-kira sepekan. Om Bas memberi pengetahuan dan keterampilan jurnalistik mulai dari cara mengumpulkan bahan berita berbobot, pemilihan angle hingga buat judul yang memikat hati pembaca.  

Cara Om Bas mengajar asyik nian. Rileks, dan santai tapi langsung masuk isi kepala. Mudah dipahami.  

Kalau bicara dan tertawa, Om Bas akan mengeluarkan suara baritonnya yang khas. Cara tertawanya menular.  

Pengetahuan dan keterampilan jurnalistik yang Om Bas bagikan pada masa itu sangat membantu Pos Kupang  dapat bertahan dan melewati situasi yang sulit.

Saya selalu mengingat Om Bas sebagai pria murah senyum yang optimistis. 

Kemarin, hari Minggu 4 Februari 2024, Om Basuki Subianto tutup usia  setelah sempat dirawat di rumah sakit. Innalilahi wainna ilaihi rojiun.

Selamat jalan Om Bas. 

Bahagia kekal di sisiNya. Tuhan meneguhkan dan menghibur keluarga yang ditinggalkan. (*)

Kolhua, 5 Februari 2024 (Fb Dion)

Bukan Peti Mati Terakhir


Beta mau berkata lugas saja bahwa perbudakan modern di kampung halaman kita, Flobamora, belum usai bahkan semakin menjadi-jadi.

Di penghujung tahun 2023, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menerima kiriman peti jenazah Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari negeri seberang.

Malah tiga sekaligus di bulan Desember saat sebagian besar masyarakat di bumi tenggara NKRI ini merayakan Natal.

Mengutip laporan Pos Kupang, ketiga PMI yang meninggal di luar negeri pada Desember 2023 adalah Yohanes Baptista Baga asal Desa Beru Kecamatan Alok Timur, Kabupaten Sikka.

Lenisius Soba asal Desa Zozozea, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, dan Piter Betan alias Petrus Doni Betan asal Kelurahan Lewolere, Kecamatan Larantuka, Kabupaten Flores Timur.

Tahun 2023 sebanyak 151 Pekerja Migran Indonesia (PMI) nonprosedural asal Provinsi NTT meninggal dunia di luar negeri, dominan di Malaysia.

Angka kematian yang bikin merinding. Bulu kuduk berdiri. Bayangkan setiap bulan rata-rata NTT menerima 12 peti mati.

Secara statistik dalam lima tahun terakhir, jumlah kiriman peti mati dari luar negeri ke NTT memang terus menanjak.

Pos Kupang mencatat pada 2018 sebanyak 105 jenazah PMI, 119 jenazah tahun 2019, sebanyak 87 jenazah pada tahun 2020, tahun 2021 sebanyak 121 jenazah, dan 106 jenazah tahun 2022. Tahun 2023 melonjak sampai 151 jenazah.

Sejak tahun 2018 hingga 2023, NTT menerima 689 peti jenazah PMI. Jumlah yang tidak sedikit bukan?

Sebagai pembanding, Kompas.id 23 Juli 2023 mewartakan, selama tahun 2018-2022, sedikitnya 516 pekerja migran Indonesia asal Nusa Tenggara Timur meninggal di luar negeri.

Dari jumlah itu, 499 orang di antaranya pekerja migran ilegal karena mereka berangkat ke negara lain tanpa dokumen resmi.

Menurut Koordinator Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian Indonesia, Gabriel Goa, jumlah PMI asal NTT yang meninggal di luar negeri itu dihitung berdasarkan jumlah peti jenazah yang tiba melalui Bandara internasional El Tari, Kupang.

Selain melalui Bandara El Tari, sebenarnya masih ada peti jenazah PMI asal NTT yang tiba dengan kapal laut karena keluarga mengalami kesulitan biaya memulangkan jenazah dengan pesawat terbang.

Namun, jumlah peti jenazah yang dipulangkan dengan kapal laut itu tidak terdata.

”Dari 516 orang yang meninggal itu, hanya 17 orang yang berstatus pekerja migran prosedural. Pekerja resmi ini mendapatkan santunan yang diterima ahli waris. Sementara pekerja nonprosedural tidak mendapat santunan, bahkan memulangkan peti jenazah ke NTT pun susah payah karena menyangkut biaya,” kata Gabriel, Kamis (20/7/2023).

Kisah klasik memilukan ini entah kapan bisa berakhir. Sejak puluhan tahun lalu pekerja migran asal NTT nekat ke mancanegara bermodal fisik semata.

Mereka pergi mencari sesuap nasi tanpa dokumen resmi yang menjamin keselamatan, kenyamanan dan terutama hak-hak mereka sebagai pekerja.

Pemerintahan berganti rutin di bumi Flobamora. Kepemimpinan daerah pun beralih alami tapi jarum waktu seolah tidak bergerak di sini.

Perbudakan atau istilah tren tindak pidana perdagangan orang masih terjadi dalam langgam dan rupa baru sesuai zaman.

Di luar sana satu orang PMI mati apalagi PMI itu ilegal merupakan tragedi.

Jangan-jangan kita di sini justru menganggap 151 (peti jenazah) sekadar angka tanpa makna. Bukan urusan lu (anda) dan beta.

Peti mati PMI yang terus bertambah jumlahnya saban tahun (mestinya) membuat Nusa Tenggara Timur terluka.

Terluka karena kita benar-benar tak berdaya untuk menekan apalagi memeranginya. Peti mati telah menjadi elegi harian.

Luka mengangga lebar itu mendera pemerintah dan masyarakat. Pemimpin daerah terluka, gereja terluka, perguruan tinggi juga terluka.

Aktivis LSM, civil society, kaum cerdik pandai, tokoh agama, tokoh masyarakat, kaum muda, pun insan media massa terluka.

Kita semua terluka. Anda dan saya termasuk mereka yang sedang gigih berjuang merebut kursi eksekutif dan legislatif pada 14 Februari 2024.

Angka kemiskinan ekstrem di NTT gemuk amat. Lebih dari satu juta orang tertatih-tatih untuk sekadar memenuhi kebutuhan makan dan minum sehari-hari.

Posisi kita belum bergeser dalam klasemen kemiskinan nasional. Tetap tiga besar bersama sesama saudara di Papua yang pulaunya kaya raya.

Maka yakin dan percayalah 151 itu bukan peti mati terakhir! Mungkin segera tiba yang baru di beranda Nusa Tenggara Timur. Dan, kita terluka lagi.

Siapa peduli? 

Sumber: Pos Kupang


Kisah Manis di Hari Kamis


Catatan Sepak Bola Dion DB Putra

Shin Tae-yong

Kisah manis terlahir di hari Kamis, 25 Januari 2024. Sekelompok anak muda sontak riuh berjingkrak ria. 

Mereka berangkulan hangat di ruangan mungil hotel berbintang, di depan layar televisi yang baru saja dimatikan. Wajah sang arsitek Shin Tae-yong pun bersemu merah. Garuda bisa, yes!  

Kegembiraan para pemain Timnas Indonesia pecah setelah wasit Ahmad Alali yang memimpin laga Oman vs Kirgistan meniup peluit panjang di Stadion Abdullah bin Khalifa Qatar. 

Duel pamungkas Grup F berujung imbang 1-1 memastikan skuat Garuda menjadi tim ke-16 atau terakhir lolos ke fase knock out.

Kamis bersejarah bagi Indonesia, negara dengan pemuja sepak bola ratusan juta umat. Untuk pertama kali kesebelasan Merah Putih mencapai fase gugur kejuaraan sepak bola antar negara di benua berpopulasi tergemuk sejagat. 

Kamis malam 25 Januari 2024, seorang pria Korea telah merebut hati Indonesia. Bukan dongeng bukan bualan atau kisah romantis melankolis ala drakor. 

Shin Tae-yong mewujudkan komitmennya mengantar timnas ke level Asia setelah puluhan tahun terlunta-lunta di tenggara Asia.

Mental Shin sungguh setangguh karang. Dia terus bekerja penuh keyakinan dan terukur di tengah badai nyinyir dan pesimistis masyarakat bola. 

Shin Tae-yong tiba di Jakarta Januari 2020 menggantikan Simon McMenemy saat Indonesia hancur lebur di kualifikasi Piala Dunia 2022. Enam kali kalah beruntun. Telak pula.

Kampanye skuad Garuda ke kualifikasi Piala Asia 2023 harus melalui babak playoff karena ranking FIFA kita jeblok. Juli 2020 Indonesia di urutan ke-173. Hanya setara Kamboja di ASEAN dengan poin 964. 

September 2021, kita bahkan di posisi 175. Di tangan Shin perlahan naik meski tak signifikan. Oktober 2021 (165), Agustus 2022 (155), Juli 2023 (150), September 2023 (147), Desember 2023 (146). Januari 2024 berpeluang ke 142.

Ketika lolos ke putaran final Piala Asia, Garuda adalah kontestan dengan ranking FIFA terendah dari 24 finalis. Jauh dibanding sesama ASEAN:  Vietnam, Thailand dan Malaysia. Hari ini di 16 besar Asia setali tiga uang. 

Pasukan Shin benar-benar tak dianggap dari sisi peringkat FIFA. Lawan Garuda hari Minggu (28/1/2024) adalah Australia, tim berperingkat 25 dunia. Rekor kemenangan head to head juga lebih memihak tim Kanguru.

Apakah Shin Tae-yong gentar? Sikap pria kelahiran 11 Oktober 1970 ini tetap dingin dan tenang. 

Tak banyak cakap dan sesumbar. Hanya keyakinan bolanya kukuh bahwa Marselino Ferdinan dkk akan bermain seapik mungkin. 

Memberi perlawanan sepadan, seperti meladeni tim raksasa di Grup D: Irak, Jepang dan musuh bebuyutan Vietnam. 

Filosofi bola Shin simpel saja. Hasil akhir urusan nanti. Bermainlah 90 menit dengan seluruh kemampuan terbaikmu.

Di kubu Australia,  sang arsitek Graham Arnold keliru bila meremehkan racikan Shin yang cukup sering out of the box. 

Sebut misalnya saat melawan Jepang, bek tengah Elkan Baggot dia tugaskan sebagai ujung tombak. 

Shin tentu sudah punya strategi dan taktik demi menjinakkan The Socceroos. Fase gugur membuat kedua tim masuk stadion berbalut rasa berbeda. Kalah, out! 

Shin Tae-yong adalah anugerah buat sepak bola nasional. Kiprahnya sejak 2000 membuat kita bangga. Pilihan PSSI di bawah pimpinan Erick Thohir tepat.

Dibandingkan pelatih sebelumnya, Shin Tae-yong berani mengubah postur timnas. Bahkan dia tanpa kompromi memangkas satu generasi skuat tim nasional yang tak sesuai standar dan target kepelatihannya. 

Di mata Shin tak ada privilese pemain. Nama besar sekelas Evan Dimas, misalnya, bukan jadi pilihan utama ketika kinerja dan karakter tak sejalan. 

Saddil Ramdhani pun dia coret dari daftar 26 pemain untuk Piala Asia 2023.

Pengamat sepak bola Asia mengagumi cara Shin Tae-yong memberi kepercayaan kepada pemain muda. Di event akbar Piala Asia 2023, lebih dari separuh skuat Timnas Indonesia  berusia di bawah 23 tahun. 

Indonesia merupakan tim termuda di Piala Asia kali ini. Situs Transfermarkt mencatat, rata-rata usia pemain Indonesia adalah 23,88 tahun.

Tim belia ini telah menunjukkan kualitasnya pada fase grup. Mereka tak minder melakoni laga berat hadapi tim terkuat Asia langganan finalis Piala Dunia. 

Mereka petarung. Lolos ke babak 16 besar bukan semata faktor dewi fortuna. 

Pencapaian Shin sejak 2020 membanggakan. Putra Korea itu sukses menempatkan Indonesia di level Asia untuk tiga kelompok umur. 

Di tangan Shin, Indonesia lolos ke final Piala Asia U20 2023, Piala Asia 2023 untuk tim senior dan Piala Asia U23 tahun 2024. Prestasi lain adalah runner up Piala AFF 2020, medali perunggu SEA Games 2021. 

Lolos 16 besar Piala Asia 2023 adalah yang terindah karena pertama sejak Indonesia ikut Piala Asia. Di empat edisi sebelumnya, Garuda keok di fase grup Piala Asia 1996, 2000, 2004, dan 2007.

Shin tidak sekadar punya konsep besar membangun tapi teliti hingga urusan detail. Dia seksama menyimak asupan gizi pemain. Super disiplin saat melatih tapi berselera humor tinggi. 

Dia luar arena dia perlakukan pemain laksana teman atau anak. Sifat kebapaannya menonjol. Seorang motivator ulung.

Sebagai epilog catatan ala kadarnya ini, saya tersentuh sentilan seorang warganet pemuja sepak bola bahwa musuh terbesar Timnas Indonesia bukan para raksasa Asia macam Australia, Jepang, Korea Selatan, Iran atau Saudi Arabia.

Lawan terberat mereka adalah bangsa sendiri yang enggan berbakti demi kejayaan timnas, yang berkhianat dengan menikmati uang yang bukan haknya. 

Yang asyik masyuk menunggang PSSI sebagai kendaraan politik praktis. Pun mereka yang doyan nyinyir dan menyangsikan kemajuan timnas tanpa menyumbang solusi logis. 

Mereka, para kaum sumbu pendek yang bersikap timnas kalah artinya pecat pelatih, tanpa menyelisik duduk perkara dan akar masalah sepak bola Indonesia. 

Shin telah mengurai benang kusut dan meletakkan fondasi timnas yang punya masa depan cerah. 

Apapun hasil melawan Australia hari ini, level permainan Garuda sudah berkelas Asia. 

Kamsahaeyo Shin Tae-yong, terima kasih Erick Thohir. Salam bola (*)

Sumber: Pos Kupang

Ignas Kleden: Mendidik agar Taat pada Akal Sehat

Ignas Kleden (kompas)

Gelombang reformasi 1998 mengubah peta politik dan demokrasi bangsa Indonesia. Namun, satu hal yang hingga kini belum berubah secara signifikan adalah pendidikan. 

”Pendidikan kita tidak mengajarkan orang untuk berpikir, tetapi untuk tunduk pada kekuasaan,” ucap sosiolog Ignas Kleden (68), 18 Juni 2016, di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.

Pendidikan yang sangat mengutamakan kontrol dan memasung kreativitas adalah warisan tradisi Orde Baru yang mengajarkan siapa pun untuk taat pada kekuasaan, bukan pada pikiran. Dalam ujian, misalnya, anak-anak disodori dengan pilihan ganda. Mereka dituntut memberikan jawaban kepada pemberi jawaban, bukan berpikir kreatif mengelaborasi sebuah pertanyaan.

Dari sisi kepraktisan, soal-soal yang menyediakan pilihan ganda lebih memudahkan guru atau dosen untuk memeriksa jawaban dan memberikan nilai. Namun, praktik seperti ini memasung kreativitas anak didik.

Praktik pendidikan yang tunduk pada kekuasaan hingga sekarang belum berubah dan belum disadari banyak kalangan sebagai sebuah masalah. Padahal, hal ini adalah ”pekerjaan rumah” besar yang harus segera diselesaikan negara.

”Di Jerman, anak tidak dilatih untuk belajar tentang sesuatu, tetapi bagaimana mempraktikkan sesuatu,” ujar lelaki yang meraih gelar master dan doktor di Jerman tersebut.

Ignas mencontohkan, ketika seorang anak belajar bahasa Inggris di Jerman, sekolah langsung mencarikan anak tersebut kawan pena dari Inggris. Beberapa kosakata yang dikuasai langsung digunakan dalam praktik mengirim surat kepada teman barunya di luar negeri.

”Ketika anak belajar renang, mereka langsung diajak ke kolam renang, bukan membaca buku tentang renang di perpustakaan. Kita belum sampai pada inti filosofi pendidikan seperti ini,” ujar Ignas.

Teori sebagai doktrin

Pendidikan yang mengajarkan agar tunduk pada kekuasaan cenderung mengarahkan seseorang untuk menerima teori sebagai doktrin, bukan sebagai instrumen. Padahal, metode dan teori mestinya dihayati sebagai alat, bukan sebagai doktrin.

”Orang yang punya martil sebagai alat cenderung mengubah segala sesuatu menjadi paku. Hal ini keliru karena alat yang kita pegang mestinya disesuaikan dengan masalah yang sedang kita hadapi,” kata Ignas.

Pendidikan kita tidak mengajarkan orang untuk berpikir, tetapi untuk tunduk pada kekuasaan.

Hal serupa terjadi dalam kehidupan beragama. Dalil-dalil agama sering dipahami sebagai doktrin semata-mata bukan sebagai sarana untuk mencapai kesempurnaan diri. Karena itu, tidak mengherankan, ada jurang yang lebar antara tingkat pendidikan dan perilaku masyarakat. Terjadi pula konflik antarpemeluk agama karena setiap pihak menganggap ajaran agama sebagai doktrin.

”Pendidikan kita masih mendidik seseorang untuk taat pada kekuasaan, bukan untuk taat pada akal sehatnya. Ini proyek besar yang harus segera diselesaikan bersama. Pendidikan hanya bisa berubah kalau kita membenahi infrastrukturnya. Pertama, gaji pengajar harus mencukupi karena peran mereka sangat penting untuk membangun kebudayaan dan politik yang benar. Kedua, pendidikan harus menjadi isu politik yang sentral, bukan sekadar persoalan teknis semata,” tuturnya.

Dari filsafat ke sosiologi

Refleksi Ignas tentang pendidikan merupakan buah dari studi panjangnya di Jerman. 

Lima tahun setelah keluar dari pendidikan calon imam Seminari Tinggi Santo Paulus Ledalero, Maumere, Nusa Tenggara Timur, Ignas mengambil master filsafat di Hochschule für Philosophie München pada 1979-1982. 

Kemudian, antara tahun 1989 dan 1995, Ignas melanjutkan studi doktoral bidang sosiologi di Universitas Bielefeld, Jerman.

Ignas merasa sangat beruntung pada 1979 mendapat kesempatan belajar di Jerman melalui beasiswa Katholischer Akademischer Ausländer-Dienst (KAAD). Sejak awal, ia memang ingin belajar pendidikan ilmu sosial di negara tersebut.

”Untuk menyiapkan tesis, saya menulis selama enam bulan. Berbeda dengan ujian di Indonesia, pengajar di Jerman menguji apa yang mahasiswa ketahui. Jadi, kami betul-betul mendalami apa yang kami pelajari. (Pengalaman) ini benar-benar pencerahan buat saya,” kata Ignas.

Pada tahun 1981, Ignas menyelesaikan pendidikan S-2 filsafat. Awal 1982, ia pulang ke Indonesia dan bekerja di redaksi majalah Prisma yang dipimpin Daniel Dhakidae sembari menunggu istrinya menyelesaikan studi doktoral. Bertepatan dengan peristiwa runtuhnya Tembok Berlin, November 1989, Ignas kembali ke Jerman memulai studi doktoralnya di Universitas Bielefeld.

Pergolakan sosial

Sebelum belajar di Jerman, Ignas mengalami pergolakan peralihan Orde Lama ke Orde Baru. Pada waktu yang hampir bersamaan, Gereja Katolik mengalami perubahan radikal seiring digelarnya Konsili Vatikan II (1962-1965).

”Kelas kami mengalami peristiwa-peristiwa pergolakan itu. Saya kemudian ragu dan keluar dari pendidikan calon imam,” ungkapnya.

Begitu keluar dari seminari tahun 1974, Ignas langsung merantau ke Jakarta. Berbekal pengalaman menulis di beberapa majalah, seperti Horison, Budaya Jaya, dan Basis, Ignas mantap hijrah ke Ibu Kota.

Sesampai di Jakarta, Ignas bekerja di kantor Konferensi Waligereja Indonesia pada bagian dokumentasi. Ia kemudian pindah bekerja ke Yayasan Obor Indonesia yang dipimpin Mochtar Lubis. Di sana, Ignas dipercaya sebagai editor penerjemahan buku.

Di Yayasan Obor Indonesia, Ignas ditawari Selo Sumardjan untuk bekerja di Yayasan Ilmu-ilmu Sosial. Dari sini pula ia mulai tertarik untuk menekuni ilmu sosial.

Yayasan Ilmu-ilmu Sosial fokus pada tiga program utama. Pertama, latihan penelitian lapangan di empat daerah, yaitu Aceh, Jakarta, Surabaya, dan Makassar. Kedua, mengirimkan para peserta latihan terbaik untuk studi program master dan S-3 ke luar negeri. Ketiga, menerjemahkan dan menerbitkan buku-buku klasik ilmu sosial.

Tawaran kerja dari Selo Sumardjan akhirnya diterima Ignas. Ia mendapat tugas menjalankan program ketiga pada penerjemahan dan penerbitan buku-buku klasik ilmu sosial.

Pada kurun 1976-1979, Yayasan Ilmu-ilmu Sosial sangat aktif menjalankan program-programnya. Waktu itu, yayasan ini mendapatkan anggaran besar dari Asia Foundation. ”Setiap hari Rabu, di Yayasan Ilmu-ilmu Sosial saya selalu menyimak diskusi dari para tokoh besar sosiologi, seperti Selo Sumardjan, Soedjatmoko, dan Harsja Bachtiar,” ujarnya.

Dalam berbagai diskusi, para sosiolog itu memberikan penilaian terhadap para peserta pelatihan penelitian lapangan. Mereka juga memberikan rekomendasi kepada para lulusan pelatihan yang memenuhi syarat untuk melanjutkan studi ke luar negeri serta membahas buku-buku sosiologi yang akan diterjemahkan dan dibukukan.

Pada waktu itu, peminat pelatihan penelitian lapangan sangat tinggi. Penelitian ini memang menarik karena Clifford Geertz saat itu didatangkan ke Indonesia guna membantu memperkuat pengamatan empiris di lapangan yang dirasa masih kurang.

Ignas selalu mendengarkan diskusi-diskusi hebat para sosiolog. Hanya saja, dia gelisah karena pembicaraannya tidak pernah membahas nilai-nilai di dalam ilmu sosial. Karena itu, dalam disertasi, ia kemudian mengevaluasi seluruh penelitian Clifford Geertz tentang Indonesia, mulai dari pertanian, perdagangan, perkotaan, aliran politik, hingga agama.

(Artikel di atas pernah terbit di harian Kompas, 27 Juni 2016, sehari sebelum Ignas Kleden menerima Penghargaan Cendekiawan Berdedikasi 2016 dari harian Kompas)

Pada hari ini, Senin (22/1/2024), pukul 03.46 WIB, Ignas mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Suyoto, Jakarta Selatan, setelah sekian lama menderita sakit. Saat ini, jenazah Ignas disemayamkan di Rumah Duka St Carolus, Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat. Mewakili keluarga, Bona Beding menyampaikan bahwa misa requiem dan pemakaman Ignas Kleden akan diinformasikan kemudian.

RIP... Ignas Kleden... meski jasadmu pergi, pemikiranmu akan tetap abadi....

Sumber: Kompas.id

Ignas Kleden: dari ”Ars Inveniendi” ke ”Ars Tradendi”

Ignas Kleden

Oleh Charles Beraf

Sosiolog; Direktur Detukeli Research Centre, Ende, Flores

Di kalangan ilmuwan sosial Indonesia, Ignas Kleden yang lahir di Waibalun, Flores Timur pada 19 Mei 1948, tercatat sebagai cendekiawan yang amat disegani. 

Hal itu terutama karena daya upaya kritisnya untuk melihat persoalan kebangsaan dengan sisi tilik yang tak umum dan tak disangka kebanyakan orang.

Ditempa dengan tradisi filsafat yang kuat sejak di Seminari Agung Ledalero, Flores, hingga ketika menerabas masuk ke dalam dunia ilmu sosial ketika mengenyam pendidikan di Jerman, Ignas akhirnya membuktikan ketangguhannya sebagai ilmuwan sosial.

Ia menjadi salah satu dari sedikit ilmuwan sosial yang selalu bisa merambah ke bidang apa pun—sastra, politik, hukum, budaya, dan teologi—dengan tetap kokoh pada kritiknya yang kaya dengan perspektif-perspektif baru.

Namun, pengetahuan yang luas dan dalam itu sama sekali tidak membuat Ignas dengan gampangnya digoda untuk sekadar mencari popularitas karbitan, seperti banyak terjadi di ruang media sosial atau pada kesempatan talk show di TV.

Ignas, seperti sahabatnya Daniel Dhakidae atau Mochtar Pabottingi, adalah intelektual yang memilih meruangkan intelektualitasnya dalam wadah yang selalu lebih berdaya menarik orang lain untuk turut berpikir secara mendalam, bukan instan dan remeh-temeh.

Buah pemikirannya dalam rupa esai-esai bernas yang hampir tak terhitung jumlahnya tersebar di berbagai media, seperti jurnal ilmiah, buku, dan majalah.

Ketika berbicara sebagai narasumber dalam seminar, kongres, atau konferensi, entah pada tingkat lokal, nasional, ataupun internasional, Ignas amat didengarkan. 

Bukan hanya karena perlakuan yang layaknya diterima seorang narasumber, tetapi terutama karena tentu selalu ada hal yang baru, rasional, dan mendalam dalam penyampaiannya.

Ketika berbicara sebagai narasumber dalam seminar, kongres, atau konferensi, entah pada tingkat lokal, nasional, ataupun internasional, Ignas amat didengarkan.

Dari ”ars inveniendi” ke ”ars tradendi”

Dari mana atau dengan cara manakah Ignas menemukan perspektif-perspektif baru, rasional, dan mendalam? Jika kita mengendus perjalanan intelektualnya sejak dari rumah filsafat Ledalero, maka kita bisa mendapatkan gambaran bahwa kedalaman pengetahuan itu bukan perkara ”sekali jadi”.

Kedalaman pengetahuan itu dibuahkan melalui proses penenggelaman diri yang sungguh sejak dini dalam jagat ilmu pengetahuan. 

Kedisiplinan dalam hal ini sungguh terbentuk sejak dari keluarga kecil di Waibalun, kampung halamannya, lalu tumbuh dan hidup dalam debut intelektualnya kemudian.

Namun, patut dicatat bahwa Ignas bukan seorang intelektual yang mudah terkungkung dalam perspektif yang umumnya dipandang sudah baku dan selesai. 

Dengan selalu memiliki sikap kritis dan dialektis, Ignas berani menunjukkan bahwa perkara pengetahuan adalah perkara makna dan pemaknaan yang bisa dilahirkan dari konteks mana pun.

Dengan menaruh perhatian pada soal makna dan pada kemungkinan pluralitas makna, dalam keyakinan Ignas, otonomi sebuah konteks dapat terjaga dari kesewenangan menunggalkan makna di satu sisi, dan di sisi lain, ruang kebebasan dalam menemukan makna bisa terbuka lebar.

Untuk lebih jelas tentang hal ini, pandangan yang dilontarkan misalnya oleh filsuf Inggris, Peter Winch, tentang hubungan bahasa dan realitas bisa dipakai. 

Menurut Winch, ada banyak bentuk kehidupan yang bisa diakses dan ada banyak pula bahasa yang digunakan untuk melekatkan makna pada bentuk kehidupan tertentu.

Tidak ada bahasa super yang memiliki akses khusus terhadap realitas yang riil karena semua realitas adalah riil dalam konteks bahasa yang mendefinisikannya.

Asal-muasal pandangan Winch ini ditemukan dalam kritiknya terhadap antropolog Evans Pritchard yang, setelah membuat penelitian cukup lama atas masyarakat suku Azande di Afrika, menilai bahwa praktik perdukunan pada masyarakat suku Azande lebih rendah dibandingkan dengan ilmu pengetahuan pada masyarakat Barat.

Pritchard, dalam perspektif Winch, jatuh dalam cathaconic error, yakni menjadikan ilmu Barat sebagai standar untuk menilai praktik-praktik tradisional suku Azande—suatu standar asing yang menjauhkannya dari upaya menilai apa yang sesungguhnya dihayati atau dihidupi oleh masyarakat suku dimaksud.

Dapat pula dikatakan bahwa tanpa perlu terperangkap dalam penilaian ”hitam putih” atau ”benar salah”, suatu obyek atau fakta tertentu sangat boleh jadi merepresentasikan makna tertentu menurut sudut pandang seseorang, tetapi tidak dengan itu tertutup untuk dimaknai dengan cara tertentu pula dengan sudut pandang orang lain.

Atau secara berbeda, hal itu bisa diungkapkan dengan aforisme Latin berikut ini: “cognitum est in cognoscente secundum modum cognoscentis” (apa yang diketahui eksis pada orang yang mengetahui menurut caranya sendiri).

Dengan selalu memiliki sikap kritis dan dialektis, Ignas berani menunjukkan bahwa perkara pengetahuan adalah perkara makna dan pemaknaan yang bisa dilahirkan dari konteks mana pun.

Namun, lebih jauh dari sekadar perkara subyek dengan aktus memaknai, persoalan yang paling penting untuk dicari jawabannya, bagi Ignas, adalah apakah realitas tertentu hadir sebagai obyek yang sungguh bermakna tanpa harus bergantung pada subyek tertentu?

Dengan patokan manakah suatu realitas bisa terukur sebagai yang bermakna? Apakah makna itu ada seturut patokan sosial dan normatif yang ada pada masyarakat?

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah pertanyaan-pertanyaan filosofis yang selalu mendorong Ignas untuk berusaha menemukan (inveniendi) hal (makna) baru dari konteks tertentu dan bahkan mengajarkannya (tradendi) dalam rupa esai-esainya yang bernas.

Ignas memang amat mencintai filsafat, tetapi dia tak hanya tinggal dalam ruang spekulatif-filosofis untuk melihat persoalan sosial.

Malah dia berhasil mengawinkan filsafat dan sosiologi, suatu pendekatan baru dalam jagat ilmu sosial yang cenderung positivistik-empiristik.

Itu sebabnya Ignas dikenal sebagai ilmuwan sosial yang amat kontekstual dalam pemikirannya tentang apa saja yang hidup dalam masyarakat (budaya, sastra, politik, hukum, teologi, dan lain-lain), tetapi tetap kritis dan dialektis melihat persoalan sosial.

Dia dapat dikenang sebagai satu dari sedikit ilmuwan sosial Indonesia yang percaya bahwa indigenisasi ilmu sosial, juga filsafat, adalah cara terbaik untuk mendekatkan ilmu dengan masyarakat sekaligus memungkinkan tumbuhnya rationalized life world dalam masyarakat.

Kita mengucapkan selamat jalan untuk Ignas, yang berpulang di Jakarta pada 22 Januari 2024, sembari meneruskan jejak pengetahuannya yang amat kaya dan dalam bagi Indonesia. 

Sumber: Kompas.id

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best WordPress Themes